Saturday 26 April 2008

Situs Porno (Oh Yeah !!!)

Jum’at 5 April 2008

Ketika saya menulis artikel ini, jam baru menunjukkan pukul 21.45 WIB. Saya baru menulis artikel ini, karena memang pada jam-jam sekian saya lebih suka menggunakannya untuk browsing activity atau malah hanya nonton TV saja di rumah. Faktanya, saya memang baru saja melakukan browsing di internet (tepatnya di warnet). Saya sedang membutuhkan beberapa file yang mengandung unsur pornography dari internet.

Tujuan lainnya, saya ingin menguji kedigdayaan pemerintah dalam menegakkan UU informasi dan transaksi elektronik yang baru saja disahkan. Sebagaimana diketahui, dalam UU tersebut materi-materi pornografi mendapat sorotan yang luas. Pornografi, adalah dilemma dalam hidup kemasyarakatan di Indonesia. Satu sisi dia amat dibenci, satu sisi dia akan terus dikejar dan diburu. Untuk itu, sedari awal saya juga memasukkan beberapa situs esek-esek yang sudah cukup terkenal di republik ini, untuk saya akses.

Jujur saja, saya adalah orang yang masih punya pikiran waras dan nggak berisi pikiran kotor melulu. Untuk itu, saya selalu menempatkan google dan yahoo! sebagai ‘target’ pertama yang harus diakses. Penting bagi saya untuk mengecek e-mail, baru kemudian mengurus situs-situs ‘gak penting’ lewat google demi proses pengunduhan ¬‘xxx file’ tersebut. Karena target utama saya bukan situs ‘xxx’ yang terkenal, maka saya tidak sempat mengaksesnya, sehingga tujuan saya menguji keseriusan pemerintah pun gagal.

Singkat cerita, saya berhasil memperoleh data-data ‘busuk’ tersebut. Data-data tersebut saya peroleh dari web-web yang tidak terkenal. Pada akhirnya, hal ini juga membuktikan, bahwa pemerintah tidak sepenuhnya sukses menutup (memblokir) seluruh halaman web. Itu toh juga tidak mungkin. Memangnya pemerintah mengetahui berapa miliar halaman web yang mengandung materi-materi pornografi ? Dan apakah mungkin pemerintah menutup semuanya ? Rasanya nggak mungkin.

Jadi, sebetulnya UU ini akan efektif jika didasarkan pada kesadaran pengguna internet dan -pada proses komersil- pihak penyedia layanan warnet beserta provider. Kasarnya, masalah selangkang bukan masalah remeh temeh. Masalah selangkang, sudah menyentuh pada skema supply and demand, complex bureaucracy dan aspek privacy. Karena itulah, UU selangkang ini bukannya tidak perlu didukung, tetapi harus memiliki kerangka kerja yang detail dan kongkrit.

Secara sederhana, bolehlah dilakukan public restriction tapi jangan sampai merugikan individu baik itu dari sisi materi, waktu dan kehormatan. Dan itulah yang baru saja terjadi pada diri saya …

Judgement
Sekitar satu setengah jam yang lalu, saya datang ke sebuah warnet di kawasan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (Dukuh Kupang). Dalam rencana ngenet tersebut, saya akan mengunduh banyak file ‘xxx’. Karena itu saya mencoba mengintegrasikan USB disk dengan operating system. Ternyata, USB hub mengalami kerusakan. Sehingga sang admin menawarkan kepada saya untuk mengcopy file dari USB disk. Memang, kenyataannya saya membutuhkan file notepad yang berisi rencana pengunduhan. Caranya, dengan mengcopy file tersebut dari USB disk ke dalam unit PC yang saya gunakan melalui PC sang admin.

Berawal dari hal tersebut, saya sebetulnya sudah merasakan kecurigaan pada tata kelola warnet ini. Saya merasa bahwa saya sedang diawasi oleh sang admin. Tapi, karena sudah kebelet perasaan tersebut saya hilangkan jauh-jauh. Lagipula ngapain suudzan dengan hal yang nggak jelas dan nggak bisa dibuktikan objektivitasnya. Bersamaan dengan itu, saya sudah mulai klak-klik sana sini. Download sana, download sini.

Selama browsing dan download tersebut, USB disk jelas tidak bisa dikoneksikan dengan PC. Akibatnya saya harus stand by, mengawasi proses download dan penyimpanan sementara file-file di dalam salah satu drive. Selama proses itu, file-file tersebut dapat saya saksikan terorganisir dengan rapih. Dan pada titik akhir saya akan mengcut dan mempaste seluruh file dan folder ke dalam storage media yang lain yang memungkinkan.

Proses browsing pun selesai. Saya masih mencoba mencari cara menghubungkan USB disk ke dalam PC. Ternyata USB hub pada bagian belakang PC case bisa digunakan. Sayangnya, dalam upaya pengkoneksian tersebut, saya ‘lengah’ dan ‘lalai’ terhadap file-file yang saya download. Parahnya lagi, secara tidak sadar saya menutup windows explorer application sebelum mengkoneksikan USB disk dengan PC. Ketika saya sadar telah menutupnya, saya mencoba mengaktifkan kembali aplikasi tersebut. Dan abrakadabra … seluruh file dan folder saya telah HILANG, LENYAP dan mungkin juga DIMUSNAHKAN.

Saya mencoba untuk mencari dengan fasilitas search, namun fasilitas tersebut ternyata non-activated. Saya mencoba dengan menengok ke folder options tab, tapi fasilitas tersebut juga dinon-aktivkan. Akhirnya saya terheran-heran sendiri, bagaimana mungkin file-file yang belum saya akses (diclick) bisa hilang. Bahkan ancaman virus pun, tidak mungkin mampu memodifikasi sebuah file, jika file tersebut belum diutak-atik.

Berdasarkan kesimpulan saya, maka tersangka utama dalam kasus ini jelas adalah admin. Ada cukup banyak alasan mengapa admin menjadi tersangka. Pertama, admin secara tidak sengaja kemungkinan melihat web yang saya akses pada saat mondar-mandir menyediakan minuman bagi pelanggan lain. Dua, admin dapat mengetahui akses saya melalui PC yang dia gunakan. Tiga, setelah mengetahui koneksitas saya, admin kemudian membuktikan bahwa saya memang mengunduh ¬file-file ‘terlarang’ (dan pada akhirnya BELIAU -merasa- BERHAK menghapus file-file saya tersebut).

Dengan kejadian tersebut, saya merasa benar-benar dirugikan dari segi materi dan waktu. Hampir 1,5 jam lamanya saya melakukan pencarian … eeeh nggak taunya ada orang lain yang mengintervensi saya secara sepihak. NGGAK SOPAN !!!. Okey … kalau dia bilang, “Saya nggak akan rugi kehilangan satu klien seperti kamu !”. Tapi dia lupa kekuatan pena dan lidah sanggup menghancurkan seseorang melalui gethok tular. Dia juga lupa tentang bagaimana menegakkan aturan dengan melihat substansi dan cara-cara yang etis. Saya sendiri malah ingin menyebut admin semacam ini adalah admin yang bodoh. Anda akan tahu, mengapa saya menyebut dia sebagai admin yang bodoh di akhir artikel ini.

Penegakan aturan dan kerangka etis profesional
Satu hal yang saya garis bawahi dalam kejadian yang baru saja saya alami, adalah ketidakmampuan seseorang dalam melihat substansi dan kerangka etis dalam penegakan aturan. Saya setuju dengan penegakan UU informasi dan transaksi elektronik -yang juga menyentuh masalah pornografi-, saya juga setuju jika admin ikut serta dalam penegakan tersebut. Tapi dalam penegakan tersebut, seorang admin harus berdiri dalam kerangka profesionalitas.

Tentang substansi kejadian di atas, saya benar-benar merasa dirugikan. Capek-capek saya mengeluarkan uang dan waktu … eeh pada akhirnya saya ‘dirampok’. Admin tidak berhak menghapus data-data saya, karena toh secara substansi data-data tersebut tidak memberikan ancaman apapun. Data-data tersebut juga berada dalam pengawasan saya. Data-data yang saya ambil bukan virus komputer yang menyerang sistem. Data-data saya adalah data-data pornografi yang jelas hanya merusak diri saya dan bukan merusak ataupun mengintervensi pihak lain. Dari titik ini saya ingin bilang,

“Itu uang saya, saya berhak melakukan apapun dengan uang saya. Saya meminta anda cukup menjadi penyedia jasa dan tidak berhak merusak pesanan saya. Jika toh anda menilai bahwa pesanan tersebut merusak diri saya, bukan berarti anda berhak ‘menyelamatkan’ saya. Jika anda masih tetap melakukan itu, sama saja anda seperti perampok. Saya memesan makanan, kemudian anda menarik kembali makanan itu karena alasan BERACUN dan kemudian, anda menutup restoran.”

Secara etika profesi, jika admin warnet ingin berpartisipasi aktif dalam penegakan UU, semestinya dia melakukan upaya preventiv dan kurativ. Bukannya melakukan upaya represi, agresi dan intervensi dan berujung pada eliminasi.

Upaya preventiv dapat dilakukan dengan segenap upaya pemblokiran terhadap seluruh web-web yang berbau selangkang sebelum warnet dibuka untuk customer. Tujuannya, customer tidak punya kesempatan mengakses situs-situs porno tersebut. Kalaupun customer berhasil menjebol blokir, admin tidak memiliki hak untuk membatasi akses apalagi mendelete data yang diupload maupun didownload. Keberhasilan seorang customer memperoleh data porno yang diinginkan, adalah pelajaran dan harga yang patut dibayar oleh admin yang gagal. Jangan seenaknya merampok data customer karena marah dan dipermalukan karena kalah pinter. Kalau admin tidak mampu memblokir, ya diakui sajalah !!!

Upaya kurativ dilakukan ketika customer telah meninggalkan ‘TKP’. Di sini, admin baru boleh melakukan pen-delete-an, pemblokiran kembali, dan memasukkan web profile ke dalam restriction access database. Dengan demikian, kejadian yang sama tidak terulang kembali, dan customer tetap merasa nyaman serta dihargai. Admin justru perlu berterima kasih kepada customer, karena secara tidak langsung customer setia tersebut di masa mendatang akan menunjukkan situs-situs porno lain yang dapat diblokir admin. Bukankah ini sebuah ‘simbiosis mutualisme’ ? Daripada ‘memarahi’ customer, bukankah lebih baik admin bersikap mengalah demi kepentingan yang lebih besar. Saya yakin admin yang berotak akan menyetujui gagasan saya.

Akhirnya …
Malam ini saya tak akan tidur nyenyak karena saya baru saja dirampok. Tapi sebelum cerita ‘perampokan’ itu berakhir saya dikerjai lagi dengan ongkos parkir yang tidak layak sebesar Rp. 1.000,00. Lengkap sudah ketidaknyamanan sebuah warnet. Warnet dengan akses yang lambat, sudah jelas memiliki tendensi menipu terhadap konsumen. Tapi, melakukan pen-delete-an file dan melakukan pen-charge-an biaya yang tidak masuk akal, itu sudah merupakan upaya penghinaan, perampokan dan pelanggaran etika profesi.

Kesimpulannya, berhati-hatilah dengan warnet semacam ini. Saya sudah menemukannya di kawasan Dukuh Kupang area Universitas Wijaya Kusuma. Sebagai tindak preventiv, sebaiknya anda jangan pernah ngenet di sana, kalau anda takut bahwa hak anda akan dilanggar. Yang kedua, mulailah beralih ke sistem berlangganan sebagai konsumen pribadi. Provider seperti Telkom maupun beberapa perusahaan telekomunikasi lain sudah menawarkan jasa provider internet. Jika anda tidak sanggup membayar sendiri, anda sanggup membayar secara patungan dan membentuk local area network bersama relasi maupun teman-teman anda.

Salam …

No comments: